Pak Marpen; halo apa kabar tuan, sudah
lima tahun ya kita pensiun, seperti tak terasa, tapi kita selalu lihat di
televisi dan berita di youtube, perusahaan kita kini sudah lebih maju.
Pak Marsi; kabar tuan, masih sehat,
sudah berapa cucu?
Seperti biasa kadang lain arah yang
ditanya lain pula yang dituju, tanya jawab terjadi di antara keduanya, namun
tidak selamanya saling berhubungan.
Pak Marpen; inilah cucu sudah tiga, kita
sudah kembali seperti dulu,
Pak Marsi; saya dengar rekan kita yang dulu
rajin keluar kantor, bahkan keluar daerah, kini di rumah tetapi lebih rajin ke
rumah sakit, kasihan dia.
Pak Marpen; iya tuan ingat dulu, dia
selalu rajin memberikan kita tips, dan royal terhadap tamu, rupanya itu bagian
dari kamuplase untuk menutupi aliran dana dari mana ia peroleh.
Pak Marsi; usahkan makan enak, diajak
makan saja dia sekarang susah, takut siapa yang traktir. Hahahaha.
Pembicaan pensiunan semakin ramai,
ketika Pak Marmuj nimbrung dalam diskusi kecil setelah shalat magrib di masjid.
Pak Marmuj; sudah ini makan pisang
rebus, kita sudah tua-tua ini lebih banyak makan yang lembut-lembut, yang
rebus-rebus, dan yang utama yang murah dan halal.....
Pak Marpen; hahaha...Pak Marmuj ini bisa
saja..e...Pak Marmuj kan guru, kalau pensiun itu usia berapa ya, sepertinya
masih sibuk mengajar saja di sekolah....
Pak Marmuj; wah.... setahu saya bila jadi
pegawai pensiun usia 58 tahun, kalau
Jadi guru pensiun 60 tahun. Itu pak
kalau di kampus ada yang lebih lama kalau jadi dosen pensiun 65 tahun.
Pak Marsi; itu pak kalau jadi profesor
itu apa cepat pensiunnya?
Pak Marmuj; wah justru katanya kalau
jadi profesor pensiunnya sampai 70 tahun.
Pak Marsi dan Pak Marpen
terdiam............
Pak Marsi yang ingin mantu mendapatkan
dosen sudah banyak menghitung-hitung, sementara pak Marpen terdiam rupanya beda
cerita.
Pak Marmuj; kenapa diam pak....
Pak Marpen; e....maaf kami kan sudah
pensiun usia 56, saya pernah diejek keponakan saya di kampung yang masih muda.
Pak Marmuj; wah seru ini... memangnya
ada apa pak dengan keponakan bapak.
Pak Marpen; saya ingat keponakan saya
bilang begini; Pak Lek Marpen pensiun usia 56 sudah habislah kenikmatan dunia,
saya kemarin usia 38 tahun sudah penisun, enak mengurusi kebus kelapa sawit
sendiri 20 hektar bisa pensiun dini.
Kini semua terdiam, Pak Marmuj, Pak
Marpen, dan Pak Marsi sama-sama larut dalam lamunan masing-masing mungkin
membayangkan punya kebun sawit 20 hektar. Tenang, jauh dari berita, apalagi
dikejar-kejar masalah.
Sambil menikmati pisang rebus, ketiga
orang tadi tersadar dari lamunan yang tidak saling mengetahui apa yang mereka
lamunkan. Tapi yang pasti pisang sudah habis, Pak Marmuj yang lebih mudah usia
dari keduanya menyampaikan tentang hidup, usia dan kebiasan dimasa tua. Seperti
biasa ia menunjukkan telephone selulernya memperlihatkan satu situs dari hasil
penelitian Reno Krisna tahun 2016 dari Universitas Airlangga.
Sebuah studi menunjukkan bahwa ada
sebuah persamaan pemahaman cukup mendasar pada para alansia tentang
kehidupannya dulu. Sebagian besar lansia kerap kali mengulang ulang cerita
kesuksesan masa lalunya. Sedangkan faktor jenis kelamin tidak berpengaruh
terhadap sebuah pemahaman lansia mengenai kehidupannya, sementara jenis
pekerjaan berpengaruh terhadap munculnya variasi pemahaman pada lansia mengenai
kehidupannya.
Pak Marpen; hahahaha..yang penting kita
heppi, kata pak Ustadz orang paling bahagia adalah; tidak ada masalah makan,
tidak ada masalah ibadah, dan tidak ada masalah ke belakang.
Ketiganya dari diam bersama, bincang
bersama, kini malah tertawa bersama.....
Pak Marmuj; setuju...... apapun yang
kita lakukan hari ini nikmati karena itulah kebahagiaan yang bisa kita perolah.
Rekan saya di Yogyakarta katanya ketika pensiun dia Ternak Teri.
Pak Marsi; ah..... ada saja mana mungkin
di Yogya ternak teri pak, Yogya itu kan jauh dari pantai.
Pak Marmuj; ya ternak teri itu maksudnya
antar anak antar istri...dan dia bahagia......
Ketiganya larut lagi dalam tawa
bahagia.......
Pak Marpen; itu sama dengan di Medan
kalau pensiun dia mendapat gelar AJI, tahu tahu... AJI itu Antar Jeput Istri.
Hahahahahhaha.....
Pak Marpen; oke lah..... saya ingat
ketika kami mau pensiun ada pembekalan yang diberikan oleh perusahaan, katanya
kita tidak boleh berhenti berfikir, berhenti berkarya dan yang paling utama berhenti
berbagi. Untuk itu yang harus diingat-ingat dan terus dilakukan adalah;
1.
Menikmati
kehidupan dengan berkebun
2.
Menjaga
kesehatan dengan olahraga
3.
Membuat
rutinitas baru
4.
Meningkatkan
sosialisasi
5.
Mulai
bisnis sendiri
6.
Menjadi
sukarelawan
7.
Melanjutkan
hobi yang tertunda
8.
Traveling
dan menjelajahi budaya baru
Distika
Safara Setianda berbagi tips untuk kita di https://www.trenasia.com/8-kegiatan-produktif-setelah-masa-pensiun
Hem....pensiun, bukan malah diam, dan
termenung, tetapi malah lepas canda dan tawa, apalagi jumpa dengan sesama teman
kerja.
Pak Marmuj menyadari bahwa beberapa
tahun lagi ia juga akan menjalani masa pensiun, maka berteman, bergaul dan
berdiskusi dengan mereka yang telah mendahului masa pensiun itu perlu.
Tak boleh berhenti berfikir, paling
tidak memikirkan anak dan cukup tidak perlu terlalu jauh memikirkan cucu karena
itu porsi anak terhadap anaknya. Tidak boleh berhenti berkarya, paling tidak
lakukan semampunya dari ruang yang kecil, rumah yang sederhana, atau halaman yang
ada kebunnya. Dan tidak boleh berhenti berbagi, disinilah kebahagiaan para
pensiunan untuk berbagi cerita, berbagi pengalaman, dan yang utama kini berbagi
rezeki untuk kebaikan semua orang disekitar kita.
Pak Marmuj...Pak Marmuj....memanglah...
Tiga hal hikmah yang dapat kita ambil
dari cerita ini adalah:
Pertama; setiap kita akan hidup karena
berfikir, bekerja dan berkarya, ada saatnya karena faktor usia kita akan
mengalami masa yang disebut pensiun. Jangan terlalu dipikirkan, karena pensiun
adalah masa yang tinggal menunggu penantian.
Kedua; hiduplah dengan kemampuan yang
diberikan oleh Tuhan. Ada masanya kita boleh mempersiapkan diri, tetapi ada
saatnya pula kita harus menikmati, dan pada gilirannya kita harus ikhlas
membaginya pada orang lain. Mungkin disana kita akan menemukan apa yang disebut
dengan kebahagiaan.
Ketiga; banyaklah berdiskusi dengan
mereka para pensiunan, dengan cara itu kita akan mengetahui, dan mempersiapkan
diri apa yang baik dilakukan, dan hal apa pula yang harus dihindari.
Ketujuh kita setuju berkolaborasi
mengeksplorasi sejarah, lewat kisah kita bercari ibrah.
Catatan; kisah ini diinspirasi dari
berbagai sumber.
#Bersamamembangunnegerilewatpendidikankitabersinergi