Adalah Pak Marmuj yang tinggal di
pinggir kota, kehidupan sederhana mencukupkan gaji dari mengajar di sekolah,
sebagian tabungan hanya cukup untuk mencicil angsuran kendaraan.
Pada waktu tertentu Pak Marmuj memang
sedikit berkecukupan, tapi kadang ada pula hidup pas-pasan, bahkan satu ketika
Pak Marmuj pernah khawatir apakah esok hari masih ada yang mau dimakan. Sehingga
pada malam itu Pak Marmuj pun duduk sendiri di depan meja dimana ia selalu
menyelesaikan pemeriksaan dan penilaian beberapa tugas untuk murid-muridnya.
Pak Marmuj memulai:
“Adek”, begitulah panggilan mesra Pak
Marmuj kepada istri tercinta.
Pak Marmuj:
Ambilkan dulu amplop dan kertas folio.
Istrinya pun memberikan dua amplop air
mail dan kertas kepada Pak Marmuj.
Pak Marmujpun menulis surat menuangkan
apa yang sedang dirasakan, menuliskan apa yang ingin diharapkan, sedikit
menerawang apa yang ia inginkan dan harapkan esok hari semoga terjadi.
Pak Marmuj memegang mata pena dan dengan
pasra ia tuliskan:
Kepada Yang terhormat Tuhan Yang
Maha Esa.
Pertama saya tetap bersyukur
dari apa yang telah engkau berikan kepada kami bersama istri dan keluarga di
rumah ini.
Kedua memang kami malam ini
telah makan minum dan akan segera tidur,
Namun untuk besok siang saya dan
istri menghadap untuk menyampaikan tidak tahu apa yang akan kami hadapi.
Berkenan kiranya kau berikan
kepada ku dan keluargaku apa yang bisa kami masak dan kami santap untuk
melanjutkan ibadahku, dan pengabdianku sebagai kepala keluarga.
Terima kasih Tuhan.
Hambamu,.
Marmuj Guru di Pinggir Kota
Setelah surat dimasukkan amplop, kini
giliran menuliskan sipengirim dengan jelas Pak Marmuj: Marmuj guru tinggal
dipinggir kota.
Namun untuk menuliskan kepada siapa, Pak
Marmujpun mulai bimbang, sedikit bingung. Tetapi ada terlintas dipikirannya akhirnya
sama seperti di dalam surat ia tulis:
Kepada Yth Terhormat Tuhan Yang
Maha Esa
Di Tempat.
Dua surat dengan kemasan amplop air mail
yang persis sama pesannya, dibawa pak Marmuj sekaligus menuju kota tempat ia
bekerja sebagai guru. Melewat masjid ia terpikir sejenak apa surat ini saya
letakkan di sini, tetapi yang ada adalah kota amal, kotak infak. Pak Marmuj
meneruskan perjalanan, di sudut jalan tampak ada kota surat, inilah yang tempat
yang paling tepat untuk memasukkan surat dan dua surat pun masuk ke kotak
surat.
Pak Marmujpun meneruskan dan sebagaimana
hari-harinya ia mengajar ditempat sekolah, berharap surat sampai ke tujuan dan
dibalas sebelum ia pulang.
Sampailah surat Pak Marmuj di kantor Pos
Kota (tempat kilometer nol sebuah kota). Memang Kantor Pos terkesan bangunan
tua karena memang sejarah pos adalah biasanya lebih tua atau paling tidak sama
dengan usia kota. Mungkin tidak setua Kantor pos Sanquhar yang mulai beroperasi tahun 1712 dan diakui oleh
Guinness Book of Records sebagai kantor pos tertua di dunia "Kantor Pos
Tertua di Dunia, 300 Tahun Lalu Surat Dimasukkan Jendela dan Diantar dengan
Kuda". Kota dimana Pak Marmuj tinggal mungkin usianya sekitar duaratas
tahunlah.
Apa yang
terjadi di kantor pos kota, setelah
dikodifikasi, sebagian surat di antar ke kota lain, ke provinsi lain, ke negara
lain. Tetapi ada satu surat yang membuat petugas Kantor Pos sejenak membaca dan
terdiam, ia bingung surat ini mau ditujukan kemana kedalam negeri atau luar
negeri atau kemana? Keadaan itu dilihat oleh atasan petugas Pos.
Atasan petugas Pos:
Ada apa pak seperti bingung, apa ada
masalah?
Petugas Pos:
Ini pak surat dari Pak Marmuj Alamat
tujuan saya bingung kemana kita kelompokkan,
Oh. Kepada siapa:
Kepada Yang Terhormat Tuhan Yang Maha
Esa.
Atasan petugas Pos mendekat, dan terjadi
diskusi kecil.
Keputusannya: maka surat dkelompokkan
atau ditujukan ke Kementerian Agama Republik Indonesia.
Sampailah ke satpam Kantor Kementerian
Agama dan akhrinya satpam pun bingung tidak dapat menerima surat ini, dibaca alamat
pengirim adalah Pak Marmuj seorang guru di pinggir Kota, Pak Satpam memberi
arahan agar surat di antar ke fakultas keguruan di Universitas Islam Negeri.
Pak Pos yang kerja tayang pun terburu
membawa kedua surat ke UIN, sampailah di UIN pak Satpam menerima surat tetapi
tinggal satu,
Satu surat dimaksud terletak di UIN Satpam
Biro Rektorat, apa yang terjadi siapa saja yang membaca dan menjadi bingung ini
ada surat kepada Yang Terhormat Tuhan Yang Maha Esa. Kemana akan ditujukan ada
satu satpam mencoba membaca pengirim terbacalah Pak Marmuj guru tinggal di
pinggir kota. Terpikir karena guru, maka surat diteruskan ke Fakultas Tarbiyah
(Kependidikan).
Sampai di ruang dosen, terletak surat
tetapi tidak ada yang berani membuka. Para dosen kebingungan, karena siapa yang
membuka berarti dialah Tuhan Yang Maha Esa pikir beberapa dosen.
Sebagian dosen membahas siapa itu Pak
Marmuj, setelah ditelusuri ia adalah alumni dari fakultas Tarbiyah, benar ia adalah
guru, tetapi mengapa seorang guru sampai tidak mempunyai tabungan atau makan,
maka ini harus ditelusuri, diteliti, dibahas dan diselesaikan secara ilmiah,
dalam bentuk seminar.
Satu surat sampai di kampus UIN, satu
surat ditelusuri ternyata terjatuh di simpang jalan karena pak Pos terburu
melewat beberapa tingkungan. Terlihat oleh seorang penarik beca dayung,
kemudian dibaca dan apa yang terjadi.
Dengan tangan gemetar penarik beca
memegang surat dan membaca perlahan Kepada Yang Terhormat Tuhan Yang Maha Esa,
ia justru takut, ini surat atau apa mengapa mesti sampai ke tangan saya, jam 11,
pagi itu penarik beca mengantarkan surat ke pos polisi yang kebetulan dekat
dengan simpang.
Sampai di Pos Polisi surat dibaca oleh
Pak Polisi, langsung dibuka dan dibaca yang isinya dapat dimengerti.
Pak Polisi meneteskan air mata, tetapi
tetap memegang amplop surat, keadaan ini dilihat oleh Komandan lantas bertanya,
ada apa mengapa surat membuat kau menangis.
Pak Polisi memberikan surat dan amplop sekalian.
Pak Komanandan pun membaca justru
terisyak-isyak tetapi sebagai komandan ia langsung mengambil tindakan,
Ini uang Rp.50.000, segera beli beras,
tiga orang anggota polisi menyumbang hal yang sama Rp.20.000 jadilah Rp.110.000,
Pak penarik beca kebingunan, melihat
kedua polisi membaca surat dan mengeluarkan uang, ditengah keadaan ini ia
dipanggil oleh polisi,
Beli beras sekarang antarkan langsugn ke
rumah Pak Marmuj Alamat pengirim surat ini.
Seperti tidak terjadi hal yang lain,
Penarik beca mengantarkan dua karung
beras.
Sampailah di pinggir kota kediaman pak
Marmuj
Tepat pukul 12 siang menjelang azan
djuhur terdengar suara dari luar.
Assalamu`alaikum, apa ini rumah pak
Marmuj guru di pinggir kota.
Ia jawab istri Pak Marmuj.
Ini ada kiriman beras dua karung.
Alhamduilllah ya Allah engkau telah
menjawab surat kami.
Terima kasih.
Penarik beca tambah bingung. Apa memang
disini awal mula surat Kepada Yang Terhormat Tuhan Yang Maha Esa.
Usai shalat berjamaah zuhur, pak Marmuj
pun pulang dan menemui istrinya.
Kejadian di atas disampaikan dan
merekapun dapat makan seperti biasa.
Dalam hati kecil istrinya berkata;
mengapa tadi malam hanya dua amplop ya, kalau lima atau sepuluh kan lain
ceritanya.
Beberapa pekan setelah kejadian ini, Pak
Marmuj membaca dalam satu berita, bahwa fakultas tarbiyah sedang merencanakan
seminar tentang kesejahteraan guru, tepat menjelang hari pendidikan 2 mei,
itupun masih direncanakan.
Demikian Pak Marmuj kini tetap semangat
mengajar walaupun tinggal di pinggir kota.
Tiga hal yang dapat kita ambil hikmah
dari cerita ini:
Pertama, hidup ini memang tidak
selamanya seperti yang kita harapkan, bila terjadi fluktuasi, atau gelombang
kehidupan, maka jangan sekali-kali putus asa, badai pasti berlalu.
Kedua, menyampaikan masalah bukan kepada
orang lain, apalagi ke khalayak umum dimedos, tetapi sampaikanlah kepada yang
maha pencipta, Tuhan ada disetiap kita membutuhkan, dengan cara yang tidak
disangka ia akan menjawab apa yang kita minta, maka kesabaran, ikhtiar dan doa
adalah kunci utama.
Ketiga, banyak cara orang menyelesaikan
masalah, lewat tindakan langsung, lewat seminar, lewat menyampaikan pesan,
semua telah menjadi bagian dari cara kita berkonstribusi dalam mengatasi
masalah.
Ketujuh kita setuju berkolaborasi
mengeksplorasi sejarah, lewat kisah kita bercari ibrah.
Catatan; kisah ini diinspirasi dari
berbagai sumber.