Pak Marmuj memulai cerita, bahwa hidup
ini memang lebih lengkap bila kita punya anak, dan sempurna bila ada cucu
sejumlah anak kita.
Cerita cucupun terjadi.
Pak Marmuj; bagaimana kabar seingat saya
kita sama-sama punya cucu ya, tapi mungkin beda ada yang cucunya tinggal di
rumah kakeknya, ada yang jauh dan mungkin saja jarang jumpa.
Pak Mardu; Yayayayayaya.
Pak Marmuj: bapak bagaimana cucunya
sudah lahirkan?
Pak Marsa: Cucu saya satu dan bernama Eka
Mardana.
Pak Marmuj; siapa yang memberi namanya
pak?
Pak Marsa; Itu yang memberi nama saya,
karena dia cucu pertama dari anak pertama kami.
Pak Marmuj; lah...dapat nama Mardana
darimana pak?
Pak Marsa; Itu gabungan dari ayah dan
mamaknya, ayahnya kan bernama Margolang dan ibunya Aminah, jadi digabung jadi
Mardana.
Pak Marmuj; hememememmem....... kalau
bapak, nama cucunya siapa?
Pak Mardu; Kalau cucu saya diberi nama Wahida
Mardini.
Pak Marmuj; hah.... mirip seperti kembar
pula ini.
Pak Mardu; Bukan memang ini cucu kami
yang pertama dan perempuan, maka namanya kami beri usulkan wahid kan artinya
satu pak, karena perempuan maka wahidah.
Pak Marmuj; Oh..... yayayaya.. lantas kalau
Mardini nya dari mana pula itu?
Pak Mardu; Mardini itu dari waktu lahirnya
pak kan dia lahir bulan Maret dini hari.
Pak Marmuj; Hahahahahha.....kalau lahir
waktu tengah malam mungkin namanya Martelam kali ya...
Pak Marmuj; ya kalau bapak cucu siapa
namanya?
Pak Marti; Cucu saya bernama Asuma
Pak Marmuj; iiiii ni gawat ini, apa pula
pak itu artinya.
Pak Marti; Ialah pak cucu saya ini kan
asli Melayu, dan dia anak pertama maka namanya Asuma. Nama ini singkatan dari
Anak Sulung Melayu.
Pak Marmuj; -72962hj[h8y4[h562t2b’3qygn
Hem...saya jadi teringat, nama seorang
tokoh dalam sejarah Islam Ibn Khaldun rupanya itu bukan nama aslinya, tetapi
nama leluhurnya.
Pak Marsa, Pak Mardu dan Pak Marti
kompak merespon; siapa itu pak?
Pak Marmuj; nama Abdurahman bin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad
bin bin Abdurahman bin Ibnu Khaldun, yang dikenal sebagai "Ibnu
Khaldun", lahir di Tunisia pada tahun 1332 M (732 H).
Ah.... apalaha arti sebuah nama.....
Seperti biasa salah seorang diantara
rekan Pak Marmuj membuka telephone selulernya menunjukkan bahwa persoalan nama
itu penting karena ada Undang Undangnya;
Nama
anak adalah hak anak yang dilindungi dan dijamin oleh peraturan
perundang-undangan. Pada Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, Pasal 53 ayat (2) disebutkan, “Setiap anak sejak kelahirannya berhak
atas suatu nama dan status kewarganegaraan.” Sementara Undang-Undang No. 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU Perlindungan Anak”), Pasal 5,
berbunyi “Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status
kewarganegaraan.”
Pak Marmuj; wah nama saja ada
Undang-Undangnya ya, berarti nama kita juga sudah dilindungi oleh Undang-Undang
siapa saja yang menggunakan nama kita kalau ada yang sama harus minta izin.
Rekan Pak Marmuj; hahahahha, ada-ada
saja Pak Marmuj ini...ayo kita sarapan.
Pak Marmuj; nah....kalau sarapan tak
perlu minta izin.
Pak Marmuj memanglah......
Sekian.
Tiga hal hikmah yang dapat kita ambil
dari cerita ini adalah:
Pertama; setiap manusia akan dikenal
dengan penyematan namanya, maka berilah nama yang dapat menjadi pengenal
mewakili identitas seseorang.
Kedua; nama sebaiknya dilengkapi
panggilan, karena dengan nama yang tercatat dan panggilan yang tersebut adalah
do`a yang selalu terucap setiap kali dilakukan.
Ketiga; siapa yang paling berhak memberi
nama? Tentu siapa saja yang utama adalah orang tuanya, karena ia yang memiliki
tanggungjawab terhadap perwalian biologis atau nasaf anaknya.
Ketujuh kita setuju berkolaborasi mengeksplorasi
sejarah, lewat kisah kita bercari ibrah.
Catatan; kisah ini diinspirasi dari
berbagai sumber.
#Bersamamembangunnegerilewatpendidikankitabersinergi