Satu ketika terjadi hujan lebat,
sehingga sungai meluap sampai ke pinggir kampung. Pak Marmuj pun sempat kesulitan
untuk berangkat kerja, karena hujan beberapa hari ini belum tampak ada
tanda-tanda reda.
Di pinggir jalan beberapa orang lalu
lalang, tetapi ada yang kumpul, sedang menceritakan satu hal yakni monyet yang
gelisah di pinggir sungai. Pak Marmuj pun nimbrung mencari info ada apa
gerangan.
Salah satu yang mereka jelaskan adalah
bahwa ada monyet di atas pohon kayu besar di pinggir sungai seperti gelisah
tetapi tak perduli dengan lingkungan. Ia berjalan dari satu ranting ke ranting
lain pada pohon yang sama, namun pada saat tertentu ia terdiam seperti merenung
melihat sungai mengalir di bawahnya. Sebagian warga mencoba mengusir karena
takut menganggu anak-anak, atau sebaliknya, tetapi monyet seperti tak perduli,
ia tetap mondar-mandir dan sesekali termenung.
Tanda tanya, penasaran, wargapun saling
berargumen, mungkin... mungkin, jangan-jangan dan seterusnya. Untunglah......
mereka bersama mendapatkan informasi dan pencerahan dari seorang Kakek Tua.
Setelah ditelusuri ternyata ada seorang Kakek
Tua yang kebetulan tidak jauh tempat tinggalnya dari pohon dimana monyet
berada. Dan Kakek Tua itu pun menceritakan perihal monyet dimaksud.
Semua terdiam, keramaian serentak sunyi,
tertegun mendengar Kakek Tua menceritakan dengan sedikit emosional, tetapi
sesekali mengingat-ingat agak lambat perihal monyet di atas pohon.
Kakek Tua membuka pembicaraan dengan
masyarakat.
Seekor monyet selalu bermain dengan ikan
yang ada di bawah pohon, kadang terjadi perbincangan hangat di antara mereka:
Semua orang ada yang setengah percaya
langsung pergi, tetapi sebagian orang justru serius bertopang dagu
mendengarkan. Tak ketinggalan Pak Marmuj duduk di depan menjadi pendengar
budiman.
Kakek Tua memulai bercerita.
Kakek Tua : Ya memang monyet itu sudah lama tinggal di pohon, saya tahu
benar dia tidak pergi kemana-mana,
namun beberapa hari yang lalu saya melihat ketika hendak banjir. Monyet dan Ikan akrab dan saling menyapa.
Monyet :
Hai..... ikan
Ikan :
Hai..... monyet
Monyet :
Hai ikan.... apa kabar, apakah senang hari ini?
Ikan :
Ya kami senang,
Bagaimana
monyet apakah anda juga bahagia hari ini?.
Monyet :
Ya saya melihat kamu ikan bermain di sungai senang dan bahagia sekali .
Ikan :
Hahahahaha. Kami kan ikan ya inilah kami senang bermain.
Tidak berselang lama terdengar suara
petir, gemuruh hujan di hulu sungai sepertinya semakin mendekat ke arah mereka.
Monyet :
Hai ikan... awas hati-hati hujan mulai turun.
Ikan :
Hahahahahha...... Hihihihihi.....
Ikan melompat dan terus bermain.
Monyet :
ya sepertinya ikan tidak mendengar suara saya. Padahal hujan sudah mulai turun.
Tak lama kemudian terjadi hujan,
Naluri dua makhluk yang bersahabat, maka
monyet pun dengan sigap menangkap dua ikan diletakkan disampingnya untuk
menyelamatkan dari bahaya banjir.
Monyet :
tenang kamu akan aman disini, biar hujan turun dan banjir pasti berlalu.
Banjirpun tak lama kemudian surut,
Selang beberapa saat benar saja
banjirpun surut, sungai sudah jernih seperti biasa..
Monyetpun ingin mengembalikan ikan ke
dunia sungai.
Apa yang terjadi.
Monyet :
Bagaimana ikan, banjir sudah reda, kini saatnya kita bermain lagi. Ok.....
Kedua ikan menjawabpun tidak,
bergerakpun tidak, apalagi gembira pulang ke sungai.
Monyet terus menggoyang-goyangkan badan
ikan, dibalik dan disentuh kepalanya.
Kedua ikan tetap diam.
Benar ternyata Ya...... ternyata ikan
telah mati
Monyet tidak mengerti mengapa ikan
menjadi mati, padahal ia akan menyelamatkannya.
Kakek Tua : Itulah yang terjadi kemarin, sehingga monyet gelisah, ia
sepertinya menyesal apa yang dilakukannya, atau mungkin juga ia kini tidak
punya teman bermain lagi di pinggir sungai......
Sebagian orang yang mendengarpun
terdiam, dan ....... masing-masing mengerti dan menyadari bahkan ada yang turut
bersedih, atau juga malah berduka dan lain sebagainya. Dan merekapun bubar dari
rumah Kakek Tua.
Pak Marmujpun mencatat dengan baik kata-kata
Kakek Tua bahwa; Ternyata monyet yang gelisah di atas sungai adalah karena sepertinya
ia menyesal terhadap apa yang dilakukannya terhadap ikan.
Pak Marmujpun akhirnya mengerti dan
dapat menarik kesimpulan dalam hati, ini sepertinya cocok diceritakan di kelas
ketika mata pelajaran IPS tentang persaudaraan, mungkin juga pelajaran IPA
tentang banjir, atau juga pelajaran tematik semua bisa dikaitkan. Monyet, Ikan,
Banjir, Hutan, Gelisah, Keramaian, Pak Tua semua bisa dihubung-hubungkan,
ya..... itulah dunia, itulah kehidupan. Benarlah Monyet di pinggir Sungai
memang banyak ceritamu..... sebanyak kisah dan hikmah yang dapat dipelajari.
Dan Pak Marmuj pun pulang ke rumah,
bersiap menjelang magrib, iapun bergegas untuk beribadah.
Selesai.
Tiga hal hikmah yang dapat kita ambil
dari cerita ini adalah:
Pertama;. Semua makhluk di dunia ini
hidup sesuai dengan alam dan lingkungannya, ia dapat tumbuh dan berkembang
dengan cara beradaptasi serta berevolusi.
Kedua; persahabatan dua makhluk yang
berbeda dapat saja terjadi pada hewan apa saja, kapan saja, ini menunjukkan
bahwa naluri makhluk memiliki beberapa kesamaan, untuk saling berbagi, saling
menjaga untuk bahagia.
Ketiga; setiap kita harus memahami,
bahwa untuk menolong atau membantu orang lain, maka harus mengerti terlebih
dahulu siapa dan apa masalah yang dihadapi. Niat memanglah utama, tetapi cara
dan ilmu membantu orang lain juga tak kalah pentingnya.
Ketujuh kita setuju berkolaborasi
mengeksplorasi sejarah, lewat kisah kita bercari ibrah.
Catatan; kisah ini diinspirasi dari
berbagai sumber.