Hidup menjadi guru sudah cukup, memberi pelajaran untuk satu kelas murid sudah menjadi ladang amal, semoga mereka kelak menjadi manusia yang berguna bagi keluarganya, bagi masyarakat, bangsa dan negara. Tidak muluk-muluk, mempertahankan profesi sebagai guru sudah 20 tahun Pak Marmuj merasa sudah lebih dari apa yang diinginkan.
Bukan tidak banyak tawaran menjadi
kepala sekolah, pengawas tentu dengan berbagai lampiran apakah itu kedekatan
dengan pejabat kementerian pendidikan bahkan mungkin juga dengan anggota DPR,
atau dengan keluarga. Semua diabaikan Pak Marmuj, ia tetap konsen dan konsisten
ingin menjadi guru itu saja. kadang yang ia juga merasa kasihan melihat
istrinya dijadikan bahan cerita, Pak Marmuj sudah 20 tahun mengajar tidak
pernah naik jabatan. Yang ada adalah satu piagam dan lencana 10 tahun sebagai
abdi negara, itupun disimpan di almari, tidak ada yang tahu karena
penyematannya di lakukan di ibu kota kabupaten waktu upacara hari guru.
Lebih dari empat orang kepala sekolah ia
ikuti dan menjadi mitra terbaik dalam membangun sekolah dimana selama ini Pak
Marmuj Mengajar. Sampai akhirnya ada kepala sekolah yang dipromosikan ke
sekolah dimana Pak Marmuj bertugas, ia mengetahui bahwa yang lebih pantas
adalah Pak Marmuj guru senior.
Pak Marmuj tak bergeming, ia tetap
menjalankan tugas di sekolah, di kelas, di rumah, di masyarakat bahkan di rumah
ibadah ia seperti tidak ada bedanya. Dimanapun Pak Marmuj bekerja, berteman
sama saja bersendagurau tanpa ada batas apalagi sok menjaga wibawa.
Satu ketika kepala sekolah yang baru
pindah ke sekolah dimana Pak Marmuj bertugas melihat ada fenomena yang mengusik
perasaannya. Kepala sekolah kadang iri melihat mengapa guru-guru lebih banyak
akrab dan selalu bercengkrama dengan Pak Marmuj.
Sampai membuat cemburu guru senior
lainnya termasuklah kepala sekolah.
Kepala sekolah pun mendatangi Pak
Marmuj.
Kepala sekolah; Pak saya datang ingin
berguru kepada bapak mengapa banyak orang di sekolah bahkan di masyarakat
selalu mendatangi bapak. Bisa bincang cerita, dan selalu meminta nasihat bapak.
Untuk itu saya juga datang ingin minta nasihat.
Pak Marmuj; ah....bapak ini ada-ada
saja, bapak kan kepala sekolah, mana mungkin minta nasihat kepada guru, mungkin
terbalik pak.
Kepala sekolah; tidak pak saya serius,
saya ingin minta nasihat bagaimana caranya supaya saya dapat seperti bapak.
Pak Marmuj; bapak tidak pantas berguru
kepada saya, mungkin lebih baik berguru kepada orang lain, nanti kalau berguru
kepada saya kamu tidak sanggup.
Kepala sekolah; saya sanggup apapun
syaratnya pak.
Pak Marmuj; apakah kamu benar-benar mau
berguru kepada saya,
cukur kumismu, potong jenggotmu,
lepaskan jasmu. (antara sadar dan tidak Pak Marmuj sedikit keras suaranya dan
menjadikan kepala sekolah sebagai temannya).
Kepala sekolah; subhanallah, mana
mungkin pak, saya kan kepala sekolah, saya harus membawa identitas ini untuk
berbagai hal.
Pak Marmuj; Beraninya bapak menyatakan subhanallah
“Maha Suci Allah” sementara bapak lebih mensucikan kumis, jenggot, penampilan
dengan jas. Bapak tadi sudah saya katakan bapak tidak sanggup.
Bagaimana sekarang...... terserah bapak
kepala sekolah.....
Kepala sekolah;
=-732580i[hgj0bq[=h34]QG=[AANU’
(diam...... wajah seperti menyesal juga penasaran.....).
Sedikit mendekat ke Pak Marmuj kepala
sekolah membisikkan sesuatu...... siap pak.....
Pak Marmuj; ya sudah.....
Kepala sekolah; sudah apa pak.............................
Pak Marmuj; ya sudah.....selesai dan
pulang......
Kepala sekolah; (diam dan
pulang................)
Keesokan harinya kepala sekolah jumpa
Pak Marmuj seperti tidak terjadi apa-apa, hanya mereka yang mengetahui, dan
Tuhan yang menyaksikan.
Baru sadar Pak Marmuj ternyata ada yang
berbeda, setelah kepala sekolah tidak pakai Kumis sepertinya tidak lagi tukang
marah, juga bicaranya biasa-biasa tidak terlalu formil. Dan
seterusnya-sterusnya.
Itulah dunia ini, kita selalu
menyematkan harga diri kita pada penampilan kita, sehingga menjaga, memelihara
dan menjadikan identitas diri, disaat itulah kita lupa, bahwa semua itu milik
Tuhan. Demi yang maha suci, keberanian kita meninggalkan identitas untuk
kebaikan dan kebermanfaatan yang lebih besar dalam kehidupan ini. Jangan
sekali-kali karena jabatan kita tidak mau bergaul atau menjaga jarak dengan
orang lain, justru karena kita dibutuhkan orang lainlah maka kita bermanfaat
dan diberi jabatan oleh yang maha kuasa.
Tiga hal hikmah yang dapat kita ambil
dari cerita ini adalah:
Pertama; kita setuju bahwa orang yang
berilmu pengetahuan tidak ada yang sempurna, tandanya adalah bahwa ia tetap
memiliki kelemahan satu bidang, dan mungkin dimiliki oleh orang lain. Ingat di
atas langit ada langit.
Kedua; mencari dan mendapatkan ilmu
pengetahuan dapat saja dari berbagai sumber, berbagai kegiatan, namun
lingkungan sekitar, tetangga, bahkan rekan seprofesi yang tampak biasa
sesungguhnya ada ilmu hikmah yang mungkin mereka miliki adalah ladang ilmu bagi
kita.
Ketiga; seorang ilmuan sejati, harus
diap menjadikan dirinya bagian dari hamba Allah yang paling lemah ia berdoa
supaya kuat, yang paling maaf (bodoh), supaya ia terus belajar, dan juga paling
malas supaya ia terus rajin belajar..
Ketujuh kita setuju berkolaborasi
mengeksplorasi sejarah, lewat kisah kita bercari ibrah.
Catatan; kisah ini diinspirasi dari
berbagai sumber
#Bersamamembangunnegerilewatpendidikankitabersinergi