Satu ketika Pak Marmuj menjelang libur panjang berbincang dengan Gadis Kecilnya, kesepakatan liburan kemana kira-kira memanfaatkan waktu ini. Berbagai usulan, banyak tujuan namun waktu dan pembiayaan selalu menjadi pertimbangan untuk pengambilan keputusan. Akhirnya Pak Marmuj dan Gadis Kecil sepakat mereka akan ke kota.
Hari yang dinantipun datang, setelah
sarapan pagi bergegaslah Pak Marmuj, tetapi lebih awal lagi Gadis Kecilnya
telah siap dengan bekal makanan dan sepatu kesayangannya siap berangkat ke
kota. Setelah menempuh perjalanan 45 menit, akhrinya mereka sampai di tempat
keramaian tepatnya alun-alun kota. Inilah tempat dimana anak-anak memiliki
ruang untuk bermain, segala fasilitas tersedia, apalagi jajanan disepanjang
jalan, tak terlewatkan setiap sudut ada tempat sampah dan juga papan spanduk
tentang kebersihan.
Satu jam bermain, berkeliling alun-alun
minum melepas dahaga semua telah dilakukan, akhirnya bermain di tamanpun usai, Gadis
Kecil menarik tangan Pak Marmuj dan menyeberang jalan sampailah dipintu gerbang
kantor Kota yang indah bertingkat. Gadis kecil merengek ingin masuk, Pak Marmuj
kebingungan,
“jangan ini kantor tidak sembarangan
orang boleh masuk”,
sampil setengah tengadah ke langit,
melihat tingginya pintu gerbang kantor kota yang jerejak besinya lebih besar
dari lengan gadis kecil.
Gadis Kecil tetap ingin masuk, Pak
Marmuj mencoba menenangkan anaknya
“Nanti saja anakkku, kita pulang saja
dulu kapan-kapan kita main lagi”.
Apa yang terjadi Gadis Kecil semakin
penasaran ingin mengetahui apa isi kantor yang cantik dan bertingkat itu.
Pak Marmujpun dengan suara lembut
menjampaikan pesan pada Gadis Kecil:
“Anakku, kantor itu namanya Kantor Wali
Kota, yang bekerja dan di dalam itu adalah Pak Wali Kota yang berseragam,
mereka semua pintar-pintar dan sekolah tinggi. Nanti ya bila anakku yang cantik
sudah pintar bisa masuk ke dalam.
Tapi ingat…..
Kalau kau ingin masuk maka harus belajar
yang pintar seperti mereka,
Kalau kau ingin bekerja di dalam kau
harus belajar duakali lebih pintar dari mereka,
Kalau kau ingin menjadi pemimpin atau
bos atau wali kota di kantor kau harus tiga kali lebih pintar dari mereka”.
Gadis Kecil diam, dan pulang dan sedikit
kecewa tidak dapat masuk ke kantor kota.
Pintu gerbang yang tinggi lebih dari
badan ayahnya, menjadi bayang-bayang halangan apakah itu untuk meraih cita dan
harapan.
Gadis Kecil setelah tamat SD di desa, ia
mencoba memberanikan diri belajar di kota kecamatan, walaupun mengayuh sepeda
setiap hari.
Gadis Kecil setelah tamat dari SMP dan
SMA berani mencoba masuk perguruan tinggi di ibu kota provinsi.
Akhirnya ia dapat menyelesaikan studi
sampai doktor itu ibu kota negara.
Berkat belajar, dan usaha gigihnya ia
fokus pada satu bidang tentang pemerintahan bahkan ia mendapatkan kehormatan
sampai tiga kali mengunjungi manca negara,
Kini ia menjadi konsultan di kantor kota
dimana ia pernah ingin masuk dengan ayahnya,
Terjadwal untuk memberi masukan
bagaimana mengembangkan tata kota, yang lebih ramah pada anak, kota yang lebih
ramah terhadap difabel.
Ketika masuk gerbang kantor kantor,
pintu telah terbuka oleh dengan kawalan dua orang satpam, ketika masuk ruangan
semua dewan kota telah menanti ide, gagasan dan presentasenya. Dengan konsep
KOTA=Keluarga Orang Tua dan Anak, kini menjadi populer. Mungkin Gadis Kecil
pernah membaca Edward L. Ullman
dan Chauncy D. Harris, dua akademisi urban geografis dari Amerika Serikat, yang
mendefinisikan kota sebagai ruang spasial yang ditujukan bagi pusat pemukiman
dan pemanfaatan bumi oleh manusia. Kehadiran kota menjadi perwujudan dari
keunggulan manusia dalam mengekploitasi bumi. Hal ini tampak dari
pertumbuhannya yang masif, cepat, dan luas. Akhirnya kini kota dimana Gadis
Kecil tinggal bersama orangtuanya Pak Marmuj maju pesat dengan tidak
meninggalkan tata ruang untuk kenyamanan para orang tua, berkreasinya komunitas
remaja, dan nyamannya bermain bagi seluruh anak-anak. Dan kota tersebut
mendapat penghargaan dari pemerintah sebagai kota terbesar ketiga di negara
yang ramah terhadap warganya.
Gadis Kecil teringat, bahwa belajar
biasa adalah satu usaha, belajar lebih dari waktu yang ada adalah prestasi
kedua, dan belajar tiga kali lipat dalam berusaha itulah sesungguh untuk
menaklukkan gapaian cita-cita. Pak Marmuj tidak sia-sia menghalangi Gadis Kecil
untuk masuk gerbang kantor wali kota, tetapi ia mengajarkan bermainlah di
taman, bekerjalah di kantor, belajarlah untuk menjadikan diri kita dapat
menikmatinya.
Tiga hal hikmah yang dapat kita ambil
dari cerita ini adalah:
Pertama; rutinitas pekerjaan harus
diimbangi dengan istirahat, rileks atau wisata bersama anak untuk keluarga.
Kedua; memberi pendidikan kepada anak,
ada saatnya dengan ketegasan, ada waktunya dengan contoh tauladan, tetapi niat
untuk memberikan yang terbaik demi masa depan itulah yang utama.
Ketiga; membangun sebuah peradaban kota,
harus selalu mempertimbangkan warganya, karena orang tua, remaja dan anak
adalah penghuni yang ingin hidup nyaman. Maka merekalah sasaran utama untuk
pembangunan sebuah kota yang didampakan seluruh warga.
Ketujuh kita setuju berkolaborasi
mengeksplorasi sejarah, lewat kisah kita bercari ibrah.
Catatan; kisah ini diinspirasi dari
berbagai sumber.
#Bersamamembangunnegerilewatpendidikankitabersinergi